"Apakah orang-orang seperti Thomas Alfa Edison masuk syurga? Karena lampu temuannya sampai hari ini telah mampu menerangi kehidupan manusia. Masjidil Haram sekalipun terang karenanya", tanya ustadz Ali. "Tidak! Dia bukan Islam, walaupun baik sekali, dia tidak akan masuk syurga", jawab ustadz Roris.
"Ooo... Jadi siapa juga yang boleh masuk surga?", kembali ustadz Ali bertanya. "Hanya orang Islam saja yang masuk surga," jawab ustadz Roris.
"Apakah semua orang Islam masuk surga?", kembali ustadz Ali bertanya. "Ooo tidak. Islam itu pecah. Hanya pecahan Ahlussunnah saja yang masuk surga, pecahan lainnya termasuk Syiah semua ke neraka," tegas ustadz Roris.
"Ooo... begitu. Berarti cuma Ahlussunah saja yang masuk surga?", kembali ustadz Ali menyelidik. "Tidak semua Ahlussunnah ada di surga. Hanya Ahlussunnah yang tidak melakukan bid'ah maulid dan bid'ah ziarah qubur saja yang masuk surga, selebihnya di neraka", jelas ustadz Roris.
"Ooo... begitu. Jadi hanya Ahlussunnah yang tidak melakukan bid'ah saja yang masuk surga?," tanya ustadz Ali lagi. "Tidak juga. Dari yang tidak bid'ah itu hanya yang ikut pemimpin kami saja yang berada di surga, lainnya ke neraka," tambah ustadz Roris.
"Ooo... begitu. Jadi cuma yang ikut pemimpin kalian saja yang dijamin masuk surga?", lanjut ustadz Ali. "Ya tidak semua lah. Hanya yang bersedia melakukan bom bunuh diri saja yang dijamin masuk surga," tutup ustadz Roris.
Demikianlah benih "kapitalisme" dalam beragama, habis-habisan memonopoli kebenaran sebagai miliknya saja. Kapitalisme dalam beragama berawal dari sifat kikir, tidak mau berbagi surga: "Seandainya kalian menguasai gudang-gudang rahmat dari Tuhan, pastilah kalian akan menahannya tidak mau berderma. Sesungguhnya manusia sangat kikir" (QS. Al-Isra': 100).
Kapitalisme inilah yang melahirkan
"terorisme", ajaran yang menakut-nakuti dan mengancam semua manusia selain diri dan kelompoknya berada di neraka. Ajaran ini tumbuh subur dibawah asuhan musuh-musuh agama. [Bintang 'Arasy, 2016]