Tuesday, 20 November 2018

INTI DARI MAULID ADALAH KENYANG!

Inti dari Maulid adalah Kenyang!

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIEM. Maulid identik dengan “mulut” (makan). Karena memang salah satu titah Tuhan yang diemban oleh tokoh termasyhur dari bani Quraisy yang kemudian menjadi Nabi kita, adalah: “memberi makan orang-orang lapar.” Seperti tersebut dipenghujung surah Quraisy:

الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ …

“Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar… ” (QS. Quraisy: 4).

 “Mengapa dari Quraisy?”
Jadi, inti dari perayaan kelahiran Nabi SAW, sekaligus salah satu inti dari ajaran Islam, adalah bagaimana menjaga agar perut tetap “kenyang.” Dan tradisi untuk membuat perut kenyang saat perayaan maulid ditemukan diberbagai daerah, baik di dalam maupun luar negeri.

Namun bagaimana cara membuat orang-orang kenyang, itu ada seni tersendiri sesuai konteks lokal dan mazhab masing-masing. Di Nusantara sendiri ditemukan berbagai mazhab kenduri maulid.

Di Aceh misalnya, ada “khanduri mulod” yang bergulir selama 3 bulan di masjid dan meunasah-meunasah (surau). Di Jogya, 7 nasi gunungan “Grebeg Maulud” persembahan keraton diperebutkan di Masjid Gede, Kepatihan dan Para Pakualaman. Kemiripannya juga ditemukan di Solo.

Di Kudus, ada arakan hasil bumi dan nasi bungkus yang diberi nama “Kirab Ampyiang” yang setelah dibawa ke masjid lalu di doakan dan dibagi-bagikan kepada masyarakat. Sementara di Mojokerto, hasil alam dan bahan-bahan pokok ini di susun di sekeliling pohon karsen sebelum diperebutkan.

Di Madura ada “muludhen” dengan membawa tumpeng ke masjid, dibacakan barzanji (riwayat Nabi) lalu dicicipi bersama. Di Cikoang Sulawesi Selatan ada namanya “Maudu Lompoa” yang persiapan kendurinya mencapai 40 hari dengan mensajikan julung-julung dari yang terbaik yang mereka miliki.

Alquran dan hadis tentu tidak menguraikan teknis kenduri atau bentuk program kerja untuk mengenyangkan orang-orang. Alquran dan hadis cenderung menggarisbawahi prinsip-prinsip penting dalam Islam. Sebagaimana pesan ayat keempat surah Quraisy, memberi makan orang-orang agar perut mereka tidak lagi lapar adalah salah satu nilai paling dari agama dan merupakan akhlaknya Allah.

Makna maulid ini sendiri dalam dipahami dalam dua perspektif: jangka pendek dan jangka panjang.

Dalam jangka pendek (short-term), pesta syukuran kelahiran Nabi SAW merupakan sebuah bentuk ungkapan rasa gembira komunal dan sedekah warga kepada sesama. Kita memang harus mendorong agar setiap anggota masyarakat punya perilaku “dermawan” untuk saling berbagi sebagai refleksi masyarakat sejahtera.

Sementara ada pesan penting lainnya untuk jangka panjang (long-term). Yaitu bagaimana negara ini memastikan adanya pertumbuhan dan pemerataan ekonomi secara berkelanjutan. Sehingga masyarakat terjamin pendapatannya dan tidak miskin (lapar) lagi. Namun yang terakhir ini menjadi misi utama pemerintah sebagai pemimpin masyarakat.
***
Jelas sudah. Inti dari diutusnya Sang Quraisy Agung ke tengah umat adalah untuk misi “kenyang”. Dalam artian, “kenyang” secara lahiriah. Perutnya terisi. Kalau perut kenyang ibadah juga nyaman. Ingat, kenyang. Bukan kekenyangan.

Namun membuat orang tidak lagi lapar secara material bukan satu-satunya misi dari Sang Quraisy ini. Ada satu tugas penting lainnya dan ini merupakan kelanjutan dari ayat terakhir surah Quraisy tersebut. Yaitu, “mengenyangkan hati”, atau memberikan rasa “aman” (terpuaskannya dahaga spiritual).

وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ…

“… dan memberikan mereka rasa aman dari ketakutan” (QS. Quraisy: 4).

Manusia merupakan makhluk rasional dan intuitif. Selain selalu bertanya darimana asal dan kemana ia akan kembali, rasa ketuhanan juga senantiasa hadir dalam dirinya. Ketika struktur keimanan ini tidak terbangun dengan baik, serta pencariannya tidak memperoleh hasil; maka timbul rasa was-was, galau, dan takut.

Takut mati, dan bingung apa yang akan terjadi setelah mati, menjadi jenis takut paling banyak dialami manusia dimuka bumi. Oleh sebab itu, Nabi Muhammad SAW hadir untuk memberikan re-orientasi dan kabar gembira tentang masa depan yang membahagiakan (tentang Tuhan, hari akhir dan amalan yang harus dipersiapkan).
***
Nah, itulah kedua jenis “indeks” yang idealnya terpenuhi manakala kita menauladani Nabi. Disatu sisi, kita melanjutkan tugas duniawi Nabi untuk mengenyangkan perut masyarakat (menurunkan poverty rate). Disisi lain, kita bekerja memperbaiki batin dan ukhrawi masyarakat agar semakin dekat dengan Allah (meningkatkan happiness index).

Ternyata kondisi kita hari ini belum seperti itu. Kemiskinan masih tinggi, meskipun indeks kebahagiaan juga tinggi. Mungkin ini indikasi korupsinya kuat, zikirnya juga kencang. Miskin, tapi bahagia. Corrupt but happy!

Allahumma shalli ala Muhammad wa Aali Muhammad.*

No comments:

Post a Comment