"NABI-NABI KAMPUS." Dalam pandangan saya, menjadi dosen itu adalah
sebuah jalan (thariqah) untuk meniru para nabi, menuju keparipurnaan
manusia (insan kamil). Mengapa?
Pertama, seorang dosen harus
rasional (cerdas) dengan menguasai berbagai alur pikir pengetahuan dan
teori. Nabi-nabi pun dalam sejarah tercatat sebagai manusia-manusia
dengan IQ tinggi.
Kedua, kecerdasan seorang dosen dalam bidang tertentu harus mampu diartikulasikan dalam bentuk lisan dan tulisan. Disini, banyak
dosen yang cerdas tapi lemah retorika. Dia tau banyak hal, tapi tak
bisa dijelaskan dengan baik didepan mahasiswa. Ada juga yang bagus
speaking-nya, tapi tak produktif menulis. Padahal, nabi-nabi dalam
sejarah dikenal sebagai orator-orator ulung yang juga meninggalkan
berbagai kitab tertulis.
Ketiga, bukan cuma harus cerdas serta mampu mengutarakannya dalam bahasa
lisan dan tulisan, seorang dosen juga harus mampu melakukan pengabdian
dengan cara masuk ke dalam jiwa masyarakatnya dan memimpin mereka untuk
melakukan perubahan-perubahan. Disinilah terletak peran sosial
leadership "nabi-nabi kampus". Tapi disini kita temukan banyak dosen
yang hidup hanya dalam pagar kampus, mengunci diri dalam menara gading
yang tinggi, dan sibuk dengan berbagai teori. Tapi ada satu dua dari
mereka yang mewarisi karakter para nabi. Saya sendiri masih jauh dari
itu. [SM, "Refleksi hari Jum'at"].
No comments:
Post a Comment