Monday 31 August 2015

DAMAI

DAMAI itu hanya pengalihan isu, bahwa seolah-olah kita tidak punya lagi musuh untuk diperangi. Padahal, ketidak adilan selalu muncul dengan aktor berbeda namun perilakunya sama: korup dan tiran.
Damai itu baru tercipta ketika realitas yang ada bersesuaian dengan kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Tidak ada kedamaian jika perut lapar, dan angka kezaliman (kemiskinan) masih merata. Tidak ada damai jika pendidikan terburuk se-Indonesia. Tidak ada damai jika pelayanan publik masih suka-suka.
Oleh sebab itu, jihad melawan hal-hal seperti ini harus ada sepanjang masa. Bukankah Islam itu agama jihad, agama perang, agama penegakan keadilan, agama amar makruf nahi munkar? Mungkin modelnya yang berbeda. Tidak perlu lagi dengan kekerasan dan perjuangan bersenjata. Kita harus melakukan perlawanan dengan pola-pola baru, santun tapi mematikan.

MUSUH KEMERDEKAAN

MUSUH KEMERDEKAAN. Untuk mencapai kemerdekaan, membawa bangsanya menuju "tanah yang dijanjikan", Musa as harus berperang melawan tiga aliansi kekuatan. Siapa saja mereka?
Pertama, Fira'un (Pharaoh): Sebuah simbol kekuatan politik yang menindas dan membodohi. Sosok yang juga dikenal dengan Ramses ini dikenal arogan dan diskriminatif. Hanya yang mampu menjilat dan menuhankan dirinya yang diberi jabatan dan kerja. Selebihnya, yang kritis, akan disingkirkan dari wilayah kerajaannya.
Kedua, Qarun (Korah): Representasi kapitalis pengusaha yang menguasai berbagai proyek dan sumberdaya. Ia dikenal sebagai orang kaya. Ia bersedia membayar dan mendukung siapa saja, sejauh itu menjanjikan akses anggaran baginya. Pebisnis ulung ini punya aset yang tak terkira jumlahnya. Masyarakat dipekerjakan, tapi bukan untuk disejahterakan. Melainkan untuk menaikkan nilai saham korporasinya.

KISAH SEPASANG LEMBU

ALKISAH, ada sepasang lembu. Yang jantan cukup ganteng, pun si betina cantik sekali. Kehidupan mereka biasa saja. Walaupun hidup di kandang yang bersih, tapi suka dan duka tetap ada. Sehari-hari, sebagaimana lembu-lembu yang lain, ia harus kerja sesuai arahan majikan. Susunya diperah untuk memperkaya sang tuan. Mereka lihai untuk membuat orang-orang kampung tertawa. Terutama orang-orang kampung yang sehari-hari tak punya tontonan juga tak ada kerja. Untuk kerja berat seperti ini mereka terus dijaga, diberi makan berkecukupan agar tetap sehat dan terus bekerja. Tidak lama kemudian, dari perkawinan mereka lahirlah anak. Anak inipun terus tumbuh..... dan seterusnya.
Demikian. Cerita yang biasa saja. Namun akan menjadi luar biasa, kalau ada tv yang terus menerus menyiarkannya.

NABI-NABI KAMPUS.

"NABI-NABI KAMPUS." Dalam pandangan saya, menjadi dosen itu adalah sebuah jalan (thariqah) untuk meniru para nabi, menuju keparipurnaan manusia (insan kamil). Mengapa?
Pertama, seorang dosen harus rasional (cerdas) dengan menguasai berbagai alur pikir pengetahuan dan teori. Nabi-nabi pun dalam sejarah tercatat sebagai manusia-manusia dengan IQ tinggi.
Kedua, kecerdasan seorang dosen dalam bidang tertentu harus mampu diartikulasikan dalam bentuk lisan dan tulisan. Disini, banyak dosen yang cerdas tapi lemah retorika. Dia tau banyak hal, tapi tak bisa dijelaskan dengan baik didepan mahasiswa. Ada juga yang bagus speaking-nya, tapi tak produktif menulis. Padahal, nabi-nabi dalam sejarah dikenal sebagai orator-orator ulung yang juga meninggalkan berbagai kitab tertulis.
Ketiga, bukan cuma harus cerdas serta mampu mengutarakannya dalam bahasa lisan dan tulisan, seorang dosen juga harus mampu melakukan pengabdian dengan cara masuk ke dalam jiwa masyarakatnya dan memimpin mereka untuk melakukan perubahan-perubahan. Disinilah terletak peran sosial leadership "nabi-nabi kampus". Tapi disini kita temukan banyak dosen yang hidup hanya dalam pagar kampus, mengunci diri dalam menara gading yang tinggi, dan sibuk dengan berbagai teori. Tapi ada satu dua dari mereka yang mewarisi karakter para nabi. Saya sendiri masih jauh dari itu. [SM, "Refleksi hari Jum'at"].

KAYA: UKURAN KEIMANAN & KEISLAMAN KITA.

KAYA: UKURAN KEIMANAN & KEISLAMAN KITA. Salah satu ukuran keimanan adalah kaya raya, dari sumber-sumber halal tentunya. Karena Allah sendiri Maha Kaya, bukan Maha Miskin. Begitu juga dengan keislaman kita, salah satunya diukur dari seberapa kaya kita. Karena dalam rukun Islam ditegaskan tentang zakat, dan ini hanya bisa dipenuhi kalau kita cukup harta. Begitu juga dengan naik haji, sebuah puncak keislaman tertinggi yang hanya untuk dipenuhi oleh orang-orang yang mampu secara ekonomi. Jadi, 2 dari 5 rukun Islam (atau 40% keislaman kita) diukur dari kaya atau tidaknya kita. Ini bobotnya besar sekali. Oleh sebab itu, Salah satu bentuk dakwah yang benar adalah dakwah untuk mengajak, mengajari, dan mendampingi orang lain agar terbebas dari kemiskinan menuju kemakmuran. Yang setuju angkat tangan. Yang tidak setuju angkat kaki