Tuesday 27 August 2019

Islam "Karnaval" dan Islam "Sandiwara"


Kita tentu sering melihat sebuah karnaval, karnaval adalah arak-arakan dengan memakai berbagai jenis pakaian yang unik dan menarik. Misal, karnaval 17 Agustusan, memakai berbagai macam busana yang tidak biasa dipakai, mulai dari pakaian adat berbagai daerah, berbagai pakaian seragam, pakaian olah raga, pakaian kebesaran dan sebagainya. Namun kegiatan ini hanya seharian saja, setelah berpawai, berkeliling, setelah di tonton banyak orang, pakaian tersebut dilepas lagi dan mereka berpakaian lagi dengan pakaian mereka yang asli. Artinya, pakaian yang dipakai dalam karnaval itu hanyalah untuk dipamerkan, dipertontonkan saja, maka setelah itu dilepas dan dikembalikan, karena kebanyakan pakaian itu hanya disewa.
Betapa banyak ketika berislam hanya memakai pakaian sementara saja, bukan pakaian yang sebenarnya, pakaian supaya dikagumi, pakaian supaya di hormati, bahkan pakaian untuk menakut-nakuti umat, namun kapasitas mereka tidak sesuai dengan pakaian yang dipakai, orang Aceh mengatakan “khen pakaian droe dank hen seuneuduek droe”.

Friday 4 January 2019

Persahabatan Spiritual

Mengapa Persahabatan Spiritual Penting ?

Jangan bertanya tentang seseorang, tetapi bertanyalah tentang sahabatnya. Sebab, setiap orang akan mengikuti sahabatnya (Abdul Qadir Isa).

Persahabatan spiritual mempunyai arti penting bagi orang-orang yang menempuh perjalanan spiritual (salikin). Persahabatan spiritual bukan pertemanan biasa dalam arti teman diskusi dan berbagi pengalaman, tetapi pertemanan sejati yang bisa mengasah ketajaman batin kita di dalam memahami makrifat dan menyingkap tabir rahasia (mukasyafah).

Keutamaan persahabatan spiritual diisyaratkan dalam beberapa ayat antara lain: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS At-Taubah: 119).”Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku.” (QS Luqman: 15).

Juga dalam hadits, “Orang-orang yang paling utama di antara kalian ialah orang-orang yang apabila mereka dipandang maka mereka mengingatkan kepada Allah.” (HR. Al-Hakim dari Anas).

Pergantian Tahun

Catatan kecil.
APA makna pergantian tahun? Seorang teman mengaku sekedar jalan-jalan dan makan makan. Ada yang merasa khawatir, karena belum jelas apa dikerjakan di tahun depan. Ada pula yang berdiam di rumah sambil melakukan perenungan diri.Peringatan tahun baru, seperti Tahun Masehi, menurut riwayat, pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai Kaisar Roma. Waktu itu di negara tersebut penanggalan yang dipakai ialah penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Maka Caesar memutuskan menggantikannya dengan tahun Masehi, yang diambil tahun lahirnya Nabi Isa Al Masih.Kalender itu pun dibuat sedemikian rupa-seperti yang kita kenal sekarang. Dia dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, Mesir. Pedoman penanggalan baru itu disusun dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir. Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini, sehingga secara periodik bulan Februari memiliki 29 hari, bukan 28 hari.Dalam penyusunannya terjadi beberapa perubahan, terutama menyangkut nama bulan, sebagaimana yang kita kenal sekarang. Misalnya, menjelang Caesar terbunuh di tahun 44 M, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.Di dunia ini berbagai perayaan tahun baru berlangsung. Orang Yahudi memiliki tradisi Rosh Hasanah yang jatuh sebelum tanggal 5 September pada kalender Gregorian. Tahun baru Tiongkok atau Imlek jatuh malam bulan baru pada musim dingin, antara akhir Januari hingga awal Februari, kemudian tahun baru Thailand dirayakan mulai tanggal 13 April hingga 15 April dengan upacara penyiraman air.Di kalangan rakyat Vietnam ada yang disebut dengan Tet Nguyên Dán, yang dirayakan pada hari yang sama dengan Imlek masyarakat Cina. Bagi orang Islam perayaan tahun baru 1 Muharram bukan hanya sarat dengan makna hijrah dan berbagai tafsir filosofisnya. Tetapi juga penuh muatan lokal. Nilai-nilai Islam dibaurkann dengan tradisi setempat tanpa membentur unsur-unsur ketauhidan.Tradisi menyambut tahun baru kini telah menembus sampai ke desa-desa akibat peran yang dimainkan media massa terutama televisi. Tahun lalu, suara terompet melintas batas-batas demografis dan sosiologis. Cahaya bunga api menyinari pematang sawah dan tebat ikan. Suara mercon tidak hanya di seputar jalan-jalan Ibu Kota dan kota besar.Kaum moralis dan agamawan mengkritik penyambutan tahun Masehi karena kebarat-baratan, dan bukan “adat istiadat” kita, sebab Islam punya tahun Hijriah. Khususnya di Aceh, pemerintah melarang keras adanya perayaan. Bahkan mengerahkan ratusan polisi syariat, untuk mencegah adanya perayaan pergantian tahun masehi itu. Meskipun di beberapa kawasan, mencoba menyiasati perayaan tahun baru masehi dengan melakukan zikir. Mungkin, ini solusi agar warga tidak melakukan aksi hura-hura.Setiap pergantian tahun baru selala ada pro, ada kontra, ada yang diam saja. Yang pasti “Old and New” seolah menjadi bagian dari budaya dunia. Di sinilah sejatinya setiap orang menyadai bahwa kehidupan ini tidak bisa dibatasi dengan dogma-dogma lama, tanpa ada argumen dan logika sehat. sebagai orang muslim, adanya imbauan bahwa kita hanya memperingati tahun baru hijriah-1 Muharram-sebagai tahun penanggalan Islam yang dihitung dari perpindahan (hijrah) Muhammad dari Mekkah ke Madinah, memang sebuah peristiwa sejarah sekaligus peristiwa religi.Pertanyaan saya, apakah kita bisa menutup langit, merantai setiap kaki manusia agar tidak bisa merayakan tahun baru masehi? Baru bisa mengabaikan tahun Masehi dan perayaannya, jika kita sudah tidak terikat dengan dunia luar; titak menggunakan bank dengan jadwal dan sistem kerja penanggalan Masehi. Sesungguhnya, Islam sebagai agama yang rahmatal lil alamin, tetap menghormati nilai-nilai universal dan pluralistik tanpa mengorbankan nilai-nilai hakiki ketauhidan. Maka hanya dengan pemahaman ketauhidan yang kokoh, tidak perlu harus menurunkan satpol pp atau menutup jalan agar orang Islam tidak ikut-ikutan merayakan tradisi tahun masehi itu.(wallahu)